Wednesday, November 23, 2011

GURU = PAHLAWAN DENGAN TANDA JASA

 1. Pengertian Guru
Guru (dari Sanskerta: गुरू yang berarti guru, tetapi arti secara harfiahnya adalah "berat") adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Guru adalah pendidik dan pengajar pada pendidikan anak usia dini jalur sekolah atau pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru-guru seperti ini harus mempunyai semacam kualifikasi formal. Dalam definisi yang lebih luas, setiap orang yang mengajarkan suatu hal yang baru dapat juga dianggap seorang guru. Beberapa istilah yang juga menggambarkan peran guru, antara lain:Dosen, Mentor, Tentor, Tutor
Dalam agama Hindu, guru merupakan simbol bagi suatu tempat suci yang berisi ilmu (vidya) dan juga pembagi ilmu. Seorang guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan murid-muridnya.
Dalam agama Buddha, guru adalah orang yang memandu muridnya dalam jalan menuju kebenaran. Murid seorang guru memandang gurunya sebagai jelmaan Buddha atau Bodhisattva.
Dalam agama Sikh, guru mempunyai makna yang mirip dengan agama Hindu dan Buddha, namun posisinya lebih penting lagi, karena salah satu inti ajaran agama Sikh adalah kepercayaan terhadap ajaran Sepuluh Guru Sikh. Hanya ada sepuluh Guru dalam agama Sikh, dan Guru pertama, Guru Nanak Dev, adalah pendiri agama ini.
Orang India, China, Mesir, dan Israel menerima pengajaran dari guru yang merupakan seorang imam atau nabi. Oleh sebab itu seorang guru sangat dihormati dan terkenal di masyarakat serta menganggap guru sebagai pembimbing untuk mendapat keselamatan dan dihormati bahkan lebih dari orang tua mereka.
Dalam arti khusus dapat dikatakan bahwa pada setiap diri guru terletak tanggung jawab untuk membawa siswanya kearah kedewasaan atau taraf kematangan tertentu. Dalam rangka itu guru tidak semata-mata sebagai “pendidik” yang transfer of knowledge, tapi juga seorang “pendidik” yang transfer of values dan sekaligus sebagai “pembimbing” yang memberikan pengarahan dan menuntun siswa dalam belajar. Berkaitan dengan ini maka sebenarnya guru memiliki peranan yang unik dan sangat kompleks di dalam proses belajar mengajar, dalam usahanya mengantarkan siswa ketaraf yang dicita-citakan. Oleh karena itu setiap rencana kegiatan guru harus dapat didudukkan dan dibenarkan semata-mata demi kepentingan anak didik, sesuai dengan profesi dan tanggung jawabnya.
Tenaga edukatif professional yang dapat memberikan pelayanan optimal kepada siswa demi masa depan siswa itu sendiri dan peningkatan mutu generasi muda bangsa, hingga saat ini masih dirasakan amat sulit dan sukar dipecahkan masalahnya. Ini disebabkan oleh karena fungsi lembaga pendidikan sangat kopmpleks, melaksanakan tugas pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat.

Beberapa peran dan fungsi dari seorang guru:
1.   Guru sebagai manager.
Guru mengelola lingkungan pembelajaran secara keseluruhan. Kegiatan ini melibatkan siswa sebagai individu dan sebagai kelompok, program pembelajaran, lingkungan dan sumber-sumber pembelajaran
 2.  Guru sebagai observer
Kemampuan guru untuk meneliti secara cermat peserta didik, tindakan mereka, reaksi dan interaksi mereka.
3.   Guru sebagai diagnostician
Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari tiap peserta didik termasuk merencanakan program bagi peserta didik
4.   Guru sebagai educator
Kegiatan ini melibatkan pembuatan tujuan dan sasaran sekolah, sifat dan isi dari kurikulum dan program pembelajaran
5.  Guru sebagai organizer
Kemampuan guru untuk mengorganisir program pembelajaran
6.   Guru sebagai decision-maker
Memilih bahan/ materi pembelajaran yang sesuai, memutuskan topik dan proyek yang akan dilaksanakan serta membuat program pribadi
7.   Guru sebagai presenter
Guru sebagai pembuka, narator, penanya, penjelas dan peneliti dari setiap diskusi.
8.   Guru sebagai communicator
Kemampuan guru untuk berkomunikasi dengan peserta didik maupun rekan kerja.
9.   Guru sebagai mediator
Guru berfungsi sebagai mediator anatara peserta didik/ kelas dan masalah-masalah yang timbul.
10. Guru sebagai motivator
Guru memberikan motivasi kepada peserta didik
11. Guru sebagai counsellor
Guru sebagai konselor bagi siswa dibidang pendidikan, personal, sosial dan emosional.
12. Guru sebagai evaluator
Guru mengevaluasi, menilai, mencatat kemampuan, pencapaian dan kemajuan siswa

 
3. Penyakit Guru
Berdasar penelitian, ada 13 penyakit yang rentan diderita oleh GURU, diantaranya :
1. TIPUS : TIdak PUnya Selera
2. MUAL : MUtu Amat Lemah
3. KUDIS : KUrang DISiplin
4. ASMA : ASal MAsuk kelas
5. KUSTA : KUrang StrAtegi
6. TBC : Tidak Bisa Computer
7. KRAM : Kurang TRAMpil
8. ASAM URAT : Asal Sampaikan Materi Urutan Kurang Akurat
9. LESU : Lemah Sumber
10. DIARE : Di kelas Anak-anak Diremehkan
11. GINJAL : Gajinya Nihil Jarang Aktif dan Lambat
12. DIABED : Datang Inginnya Absen Tok Baru Kemudian Etung2 Duit
13. STROKE : Suka Terlambat Rupanya Sudah Kebiasaan
 
4. Undang- undang Guru

Sejak awal pembahasan UU Guru dan Dosen, pertanyaan yang banyak muncul di masyarakat luas adalah : “ Untuk siapa UU Guru dan Dosen tersebut ? “ hal ini mengemuka karena ada kekhawatiran UU tersebut tidak dapat memayungi seluruh guru. Dengan kata lain ditakutkan adanya proses diskriminasi antara guru PNS dan guru swasta. Khusus posisi guru swasta selama ini memang seolah-olah tidak dipayungi oleh UU yang ada meskipun secara eksplisit sudah tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Dari sudut UU kepegawaian jelas tidak menkhususkan untuk guru, karena yang diatur adalah pegawai pemerintah (PNS) sedangkan dari sudut UU Ketenagakerjaan juga akan sangat sulit karena penyelenggara pendidikan adalah yayasan. Sehingga guru tidak dapat dikatagorikan sebagai tenaga kerja atau buruh. Bisa dikatakan sebelum UU Guru dan Dosen disahkan, guru-guru tidak mempunyai payung hukum yang jelas. Yang memang mengatur segala sesuatu secara khusus yang menyangkut guru, seperti halnya dengan UU Tenaga Kerja dan UU Kepegawaian.

Sekilas UU Guru dan Dosen : UU Guru dan Dosen mendapatkan sambutan yang hangat, terutama dari kalangan pendidik. UU ini dianggap bisa menjadi payung hukum unuk guru dan dosen tanpa adanya perlakuan yang berbeda antara guru negeri dan swasta. Meskipun di beberapa bagian masih sangat hangat diperbincangkan dan menjadi perdebatan yang sangat seru. UU Guru dan Dosen secara gamblang dan jelas mengatur secara detail aspek-aspek yang selama ini belum diatur secara rinci. Semisal, kedudukan, fungsi dan tujuan dari guru, hak dan kewajiban guru, kompetensi dll. Yang perlu digaris bawahi dan mendapat sambutan positif dari masyarakat terhadap UU Guru dan Dosen adalah hal-hal yang menyangkut :
a. Kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi.
b. Hak dan kewajiban.
c. Pembinaan dan pengembangan.
d. Penghargaan,
e. Perlindungan
f. Organisasi profesi dan kode etik.
Enam indikator diatas belum diatur secara rinci, sehingga sangat sulit untuk mengharapkan profesionalitas guru-guru di Indonesia. Ada beberapa hal dalam UU Guru dan Dosen yang sampai saat ini masih hangat dibicarakan, hal-hal tersebut adalah :

a. Standardisasi.
- Standardisasi penyelenggaraan pendidikan. Sampai saat ini cukup banyak penyelenggara pendidikan (yayasan-yayasan) yang tidak jelas keberadaannya. Dalam pelaksanaanya banyak lembaga pendidikan yang belum memenuhi standar mutu pelayanan pendidikan dan standart mutu pendidikan yang diharapkan. Hal ini disebabkan yayasan-yayasan tersebut terkesan memaksakan diri untuk mendirikan lembaga pendidikan, sehingga banyak lembaga pendidikan yang tidak layak, karena sarana dan prasarana pendidikan yang jauh dari memadai, guru yang tidak kompeten, organisasi yang tidak dikelola dengan baik dll. Penyelenggara pendidikan seperti diatas jumlahnya cukup besar di indonesia. Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki kualitas mutu pelayanan pendidikan di masyarakat baik itu negeri maupun swasta. - Standardisasi kompetensi guru. Hal ini akan tercantum pada pasal 8 UU Guru dan Dosen yang menjelaskan tentang Sertifikat Profesi Pendidik.
Pasal 8 menyebutkan : ”Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional”. Banyak pihak mengkhawatirkan program sertifikasi ini (yang diselenggarakan oleh LPTK) nantinya akan menimbulkan masalah baru di dunia pendidikan, terutama yang mengarah pada terciptanya lembaga yang menjadi sarang kolusi dan korupsi baru. Yang pada akhirnya akan memperburuk kondisi pendidikan bangsa. Sedang semangat dari pasal ini adalah untuk meningkatkan kompetensi pendidik itu sendiri, serta berusaha lebih menghargai profesi pendidik. Dengan sertifikasi diharapkan lebih menghargai profesi guru, dan meningkatkan mutu guru di Indonesia. Hal ini dilakukan sebagai langkah menjadikan guru sebagai tenaga profesional.

b. Kesejahteraan atau Tunjangan.
11 itemHak Guru yang tercantum pada pasal 14 UU Guru dan Dosen adalah bentuk penghargaan pemerintah dan masyarakat kepada guru. Untuk indikator penghasilan guru PNS sudah diatur Pasal 15 ayat 1. Guru berhak untuk mendapatkan tunjangan, yaitu :
1. Tunjangan profesi.
2. Tunjangan Fungsional.
3. Tunjangan Khusus.
Tiga jenis tunjangan diatas diatur dalam pasal 16,17 dan 18 UU Guru dan Dosen. Tunjangan profesi diberikan kepada guru baik guru PNS ataupun guru swasta yang telah memiliki sertifikat pendidik. Disamping tunjangan diatas, guru juga berhak untuk memperoleh ”maslahat tambahan” yang tercantum dalam pasal 19 UU Guru dan Dosen. Maslahat Tambahan tersebut meliputi :
1. Tunjangan pendidikan.
2. Asuransi pendidikan.
3. Beasiswa.
4. Penghargaan bagi guru.
5. Kemudahan bagi putra-putri guru untuk memperoleh pendidikan.
6. Pelayangan kesehatan.
7. Bentuk kesejahteraan lain.
c. Organisasi profesi dan dewan kehormatan.

Dengan lahirnya UU Guru dan Dosen ini diharapkan bida didirikan organisasi profesi yang dapat mewadahi (terutama) guru yang dapat menjalankan fungsinya sebagai orgnisasi profesi yang independen dan diharapkan dapat menjadi lembaga yang benar-benar memperjuangkan nasib guru. Demikian pula dengan dewan kehormatan yang tercipta dari organisasi profesi yang independent diharapkan menjadi penngawal pelaksanaan kode etik guru. d. Perlindungan. Setiap guru berhak mendapatkan perlindungan dalam melaksanakan tugasnya. Perlindungan untuk guru meliputi :

1. Perlindungan hukum.
Perlindungan hukum mencakup perlindugan atas tindak kekerasan, ancaman, perlakuan diskriminatif, intimidasi, atau perlakuan tidak adil.

2. Perlindungan profesi.
Perlindungan profesi mencakup perlindungan terhadap pemutusan hubungan kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, pemberian imbalan yang tidak wajar, pelecehan terhadap profesi serta pembatasan lain yang dapat menghambat guru dalam melaksanakan tugas.

3. Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja.
Perlindungan ini mencakup perlindungan terhadap risiko gangguan keamanan kerja, kecelakaan kerja, kebakaran pada waktu kerja, bencana alam, kesehatan lingkungan kerja atau resiko lain. UU Guru dan Dosen mungkin masih harus di perdebatkan dalam rangka memperbaikinya di masa yang akan datang. Apalagi ada beberapa hal memang tidak serta merta dapat dilaksanakan. Pemberian tunjangan kepada seluruh guru, akan sangat terganturng anggaran pemerintah. Sehingga pada saat anggaran pendidikan belum mencapai 20% dari APBN maka akan sangat sulit dilaksanakan. Demikian pula dengan program sertifikasi dll, masih memerlukan proses untuk pelaksanaan dan mencapai tujuan yang diharapkan. Namun diharapkan dengan adanya 2 (dua) undang-undang yaitu Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen diharapkan akan memperbaiki mutu pendidikan nasional secara keseluruhan.

5. Bagaimana Dengan Hymne Guru?

Syair lagu dalam lagu “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” atau yang lebih populer dengan judul “Hymne Guru” yang diciptakan Sartono, yakni “… Engkau patriot pahlawan Tanpa tanda jasa …”
Dari syair ini, masyarakat pada umumnya telah mengklaim atau tercipta semacam suatu pandangan bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa. Padahal sesungguhnya pandangan semacam ini perlu diluruskan atau ditinjau kembali, termasuk syair lagu tersebut, karena dapat melahirkan beberapa pengaruh atau dampak negatif terhadap upaya peningkatan kinerja atau profesionalisme guru, baik itu secara kolektif (organisasi) maupun secara individu.
Pasalnya apa yang dikerjakan oleh seorang guru dapat dianggap tidak berarti apa-apa, sehingga tidak perlu mendapat penghargaan atau tanda jasa, terutama dari pemerintah yang mempunyai tugas dan kewenangan untuk itu.
Penilaian ini mungkin boleh dianggap terlalu dangkal, sebab mungkin keadaan sebenarnya tidak demikian, namun sebagai sebuah pemikiran atau pendapat seseorang (pribadi) dalam mengkritisi sesuatu yang dianggap tidak sesuai kiranya dapat diterima apalagi bila ditunjang dengan realita yang mendukung pemikiran atau refleksi tersebut.
Syair lagu itu juga dapat diartikan secara negatif dalam konteks motivasi untuk meningkatkan kinerja, sebab pada sisi yang satu menyatakan bahwa tugas dan fungsi atau apa yang dihasilkan oleh guru yang dalam era reformasi pendidikan ini telah disebut juga sebagai “pendidik profesional” disanjung atau dikukuhkan sebagai “pahlawan” bangsa, sedangkan pada sisi lainnya apa yang telah dihasilkan oleh guru tersebut atau dikukuhkan sebagai pahlawan itu tidak sebanding dengan kata-kata “tanpa tanda jasa” atau dapat berarti tidak ada sesuatu yang diberikan oleh pemerintah atau pihak lainnya dalam menghargai atau menghormati jasa-jasa para guru ini walaupun secara tegas atau ada pula yang bekerja atau mengabdi dengan tidak mengharapkan penghargaan/tanda jasa tersebut, jadi semata-mata pengabdian untuk sesama (bangsa/negara) serta kepuasan batin.
Terlepas dari kontradiksi ini, sebagaimana yang kita ketahui bahwa dalam kenyataan saat ini tidak demikian, karena guru mulai dan telah mendapat tempat yang dianggap layak sesuai profesi atau tugas mulianya itu, atau dengan kata lain telah mendapat penghargaan dari negara (pemerintah). Memang bila dilihat makna dari apa yang dikerjakan oleh seorang guru atau dalam pemahaman kemuliaan dari profesi ini (guru) mempunyai konsekuensi pula untuk dijalankan dengan penuh pengabdian atau dikerjakan dengan tulus dan ikhlas, jadi tidak mengharapkan apa pun (penghargaan/tanda jasa/materi kecuali untuk menyambung atau mempertahankan hidupnya) dari yang dikerjakan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai salah satu cita-cita nasional kita yang terutama.
Tanda jasa dalam konteks ini tentu saja tidak diartikan secara sempit, seperti berbagai tanda atau medali/bintang yang tertempel/tergantung pada pakaian dinas (upacara) seorang tentara atau polisi, tetapi dalam arti yang lebih luas tentunya. Dengan demikian, kalau dalam arti sebagaimana yang terdapat pada pakaian dinas seperti tersebut di atas, maka mungkin penggalan syair lagu di atas “dapat diterima”, sebab para guru ke tempat kerja atau sekolah untuk mengajar tidak menggunakan seragam dengan berbagai atribut serta tanda jasa tersebut, namun kalau lebih dari itu maka tentunya penggalan syair lagu tersebut di atas perlu ditinjau lagi (diubah), sebab dalam arti yang luas fakta menunjukkan bahwa sebenarnya guru juga telah memperoleh banyak tanda jasa (penghargaan) dalam melaksanakan tugas dan fungsinya maupun setiap kegiatan yang diikutinya seperti, penataran/diklat/seminar/loka karya, dan lain-lain.
Belum lagi kemudahan dalam kenaikan pangkat melalui penilaian angka kredit (khusus bagi Guru PNS) yang memungkinkan seorang Guru PNS dapat naik pangkat dalam waktu 2 tahun sekali. Tidak terbatas di situ, dan masih terkait dengan khusus Guru PNS, maka sesuai ketentuan yang ada, ia (Guru PNS) juga dapat memperoleh tanda jasa sebagaimana layaknya seorang tentara/polisi yang biasanya diberikan pada saat upacara hari-hari besar nasional atau ulang tahun instansi/sekolah. Dengan ketentuan apabila memenuhi aturan yang dimaksud, misalnya masa kerja dalam kurun waktu tertentu secara terus-menerus dengan tidak pernah melanggar aturan (kode etik guru) atau terkena sanksi/hukuman kedisiplinan terutama sedang dan berat, serta prestasi yang dapat dicapai dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, maka dapat juga diberikan tanda jasa, seperti “tanda kesetiaan/pengabdian 10 tahun/20 tahun” atau kriteria waktu lainnya serta untuk prestasi lainnya sesuai ketentuan perundang-undangan bagi PNS (PP No. 25 Tahun 1994 tentang Satyalancana Karya Satya) yang bentuk dan dapat ditempatkan sebagaimana maksud dalam pengertian sempit di atas.
Lantas bagaimana dengan maksud penggalan syair hymne guru di atas? Apa masih pantas, dengan mengulang pertanyaan besar dalam judul di atas? Belum lagi pertanyaan ini dapat dijawab dalam kaitan dengan keluarnya UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta PP No. 74 Tahun 2008 tentang Guru, di mana khususnya dalam Pasal 30-36 yang mengatur tentang jenis pengahargaan dimaksud baik dalam pengertian luas maupun sempit sebagaimana tersebut di atas. Dengan demikian dari peraturan pelaksana ini semakin mempertegas dan jelas bagi kita dalam melihat pengertian yang lebih luas dari suatu penghargaan atau tanda jasa yang diberikan kepada guru sebagai pendidik profesional.
Oleh karena itu dengan berbagai amanat dalam UU dan PP ini (serta yang telah direalisasikan) untuk memberikan berbagai penghargaan dalam wujud seperti, adanya tunjangan-tunjangan yang harus diterima oleh guru dalam peningkatan kesejahteraannya, perlindungan hukum yang khusus dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, kemudahan-kemudahan bagi guru dan keluarganya dalam meningkatkan/melanjutkan pendidikan, dan sebagainya termasuk tanda jasa yang dimaksudkan (dalam arti sempit) yang dalam penggalan syair lagu di atas menyatakan “… Tanpa Tanda Jasa …”(kecuali mungkin dalam arti puitis atau lainnya bagi guru yang dimaksudkan oleh sang pencipta lagu), maka semakin memperjelas maksud tulisan ini atau bagi kita untuk mandapat jawaban dalam pertanyaan besar pada judul tulisan di atas, bahwa sudah tidak pantas atau tepat lagi julukan “Pahlawan Tanda Jasa” itu diberikan kepada guru, karena sesungguhnya sudah banyak “tanda jasa” yang diberikan oleh negara/pemerintah kepada GURU. 

 Semoga para guru di Indonesia mengingat kembali akan hakikatnya serta mampu mengobati penyakit menular yang diderita..

HIDUPLAH WAHAI "PAHLAWAN TANDA JASA"
TERUSLAH LAH BERJUANG MENCERDASKN ANAK-ANAK BANGSA
DIRGAHAYU HUT PGRI YANG KE-66
Salam,

Jannes Lumbantoruan, S. Pd





No comments:

Post a Comment